Pages

Solusi Masalah Kependudukan Indonesia


Solusi Masalah Kependudukan Indonesia
                Jumlah penduduk sangatlah mempengaruhi perkembangan suatu negara. Bahkan ada ilmuan yang berpendapat bahwa jumlah penduduk dapat memberikan potensi yang lebih besar kepada suatu negara untuk berkembang. Mengapa saya mengatakan demikian, karena apabila semakin banyak penduduk maka semakin banyak pula tenaga kerja yang tersedia. Hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan produksi suatu rumah tangga perusahaan. Tapi seperti kenyataan yang kita lihat selama ini pertambahan penduduk yang setiap tahun semakin meningkat tidak diimbangi dengan rumah tangga perusahaan yang merupakan penyedia lapangan kerja. Sehingga banyak penduduk yang tidak mendapat pekerjaan. Mereka pun menjadi pengangguran dan bahkan sampai ada yang menjadi gelandangan demi memenuhi tuntutan ekonomi yang harus mereka penuhi. Tak jarang pula ada masyarakat yang sampai melakukan tindakan kriminal untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Semua itu disebabkan oleh ketidak seimbangan antara ketersediaan lapangan kerja dan pertumbuhan peduduk. Maklum, yang penulis ketahui saat ini adalah lapangan kerja di indonesia saat ini sangatlah sempit seiring popuasi usia kerja semakin banyak. Yang lebih memprihatinkan lagi orang pribumi mayoritas bermental pencari kerja, bukan sebagai pembuat lapangan kerja.
                Seiring dengan realita masyarakat yang bermental pencari kerja, mengutip kalimat Tung Desem Waringin salah satu entreprenuer (pengusaha) Indonesia mengatakan, populasi pengusaha orang Indonesia masih minim, hanya berjumlah 1,5%. Hal tersebut menunjukkan daya kreatifitas orang pribumi untuk berkarir menciptakan lapangan kerja sangat minim, berbanding terbalik dengan jumlah pencari kerja di Indonesia yang semakin menjamur, karenanya pemerintah harus meyiapkan solusi ataupun program penetasan permasalahan tersebut, sesuai dengan tulisan saya di atas sebelumnya.
                Memang, dengan adanya progran KB ( Keluarga Berencana ) sudah memberikan sedikit perubahan terhadap pertambahan penduduk. Tapi, apakah itu sudah cukup ? Ya, itu saja belum cukup. Seperti yang saya tuliskan diatas salah satu penyebab menurunnya kualitas sosial ekonomi masyarakat adalah ketersediaan lapangan kerja yang memadai bagi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi merupakan prasyarat untuk mengakselerasikan pembangunan ekonomi keseluruhan. Intinya, kunci sukses pembangunan adalah terjadinya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, pemerataan distribusi pembangunan dan dinamisnya stabilitas sosial maka perlunya peningkatan dari sisi investasi yang akan menunjang pertumbuhan ekonomi. Akumulasi dari itu semua tentu akan berdampak terhadap ekonomi secara makro. Investasi sebagai salah satu penyusun pendapatan dan belanja (PDB), dan dengan meningkatnya investasi itu tentu meningkatkan PDB pula. Investasipun berbanding lurus terhadap tingkat kemampuan masyarakat melakukan pengeluaran. Meningkatnya investasi maka jumlah akumulasi produksi juga meningkat, untuk meningkatkan produksi dibutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak sehingga pengangguran menurun, pendapatan masyarakat meningkat.
                Apabila tidak ada solusi memecahkan masalah tersebut, maka menurut saya, akan berdampak sulit menembus rantai kemiskinan yang dialami oleh Indonesia yang dimana kemiskinan akan banyak dan terus bertambah setiap tahunnya. Ya, bisa jadi bertambahnya kejahatan, karena kurangnya kesempatan bekerja dan mereka nekat untuk melakukan kejahatan. Itu mereka lakukan karena mereka juga ingin melanjutkan kehidupan dan memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
               Maka dari itu saya selaku penulis sekaligus generasi penerus Negara Indonesia, menyarankan dan berpendapat kepada pemerintah Indonesia harus menyiapkan program untuk menanggulangi itu semua. Misalnya menyiapkan lapangan pekerjaan yang layak, supaya mereka semua bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan serta mensejahterakan keluarga mereka. Dan segala sumber daya perlu diciptakan untuk meningkatkan modal usaha, meningkatkan mutu modal manusia mulai dari gizi, kesehatan maupun pendidikan.
                Selanjutnya untuk mencegah dampak meledaknya penduduk di Indonesia, penulis pun memberikan saran dan masukan kepada pemerintah Indonesia yakni menggelar program kepada masyarakat se-Indonesia dengan membatasi kelahiran bayi. Caranya ? ya tentu memaksimalkan program keluarga berencana. Juga bisa dengan cara pelaksanaan program tranmsigrasi sebagi upaya untuk mengatasi pemusatan penduduk atau kepadatan penduduk dan persebaran penduduk yang tidak merata. Nah kalau mengenai pendidikan bagi masyarakat, ya sejatinya pembangunan gedung-gedung sekolah lebih memadai, supaya yang belum mengenyam pendidikan bisa mengenyam pendidikan setinggi mungkin yang mereka mau.

                Akhirnya dengan adanya program yang penulis tawarkan di atas, secara perlahan bisa mengatasi masalah berbagai macam masalah pertambahan penduduk terhadap kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan menangulangi pengangguran dan mencegah kejahatan di Indonesia, sehingga Indonesia bisa menjadi sejahtera, aman, dan damai.
Amiin.

Pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap kemiskinan


DAMPAK PERTUMBUHAN PENDUDUK DI INDONESIA
A.    Pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap kemiskinan
Orang miskin harus sekolah.jpg
            Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil dengan luas tabah kira-kira 2 juta km² dan jumlah penduduk yang ke empat terpadat di dunia setelah China, India,dan Amerika.
Sebagaimana diketahui perubahan angka pertumbuhan penduduk disebabkan oleh unsur-unsur :
1.      Fertilitas
                Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi,jumlah kelahiran setiap tahun di Indonesia masih besar, jumlah bayi yang lahir setelah tahun 2000 masih tetap banyak jumlahnya tiap-tiap tahun jumlah kelahiran bayi di Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta bayi.
2.      Mortalitas
            Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari 3 faktor demogarafis selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk, faktor social ekonomi seperti pengetahuan tentang kesehatan, gizi dan kesehatan lingkungan, serta kemiskinan merupakan faktor individu dan keluarga mempengaruhi mortalitas dalam masyarakat.
3.      Migrasi
                Migrasi adalah merupakan gerak perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain dengan tujuan untuk menetap di daerah tujuan, migrasi sering diartikan sebagai perpindahan yang relative permanen dari suatu daerah ke daerah lainnya (orangnya disebut migran).
            Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jadi aspek demografis mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan yang dihadapi di Indonesia pada saat ini. Daerah miskin sering ditinggalkan penduduknya untuk bermigrasi ke tempat lain dengan alasan mencari kerja.
            Banyak ide dan teori yang sudah dipaparkan cendekiawan-cendekiawan terdahulu mengenai hubungan antara pertumbuhan penduduk dan kemiskinan. Salah satunya adalah Malthus. Malthus meyakini jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan maka suatu saat nanti sumber daya alam akan habis. Sehingga muncul wabah penyakit, kelaparan, dan berbagai macam penderitaan manusia.
            Philip Hauser menganggap kemiskinan tercipta dari tidak optimalnya tenaga kerja dalam bekerja dikarenakan adanya ketidakcocokan antara pendidikan dan pekerjaan yang ditekuni. Hal ini disebabkan oleh tingginya jumlah penduduk yang masuk ke pasar kerja sehingga memaksa pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan secepat-cepatnya walaupun tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya akibat ketatnya persaingan dalam mencari kerja.
            Kedua pemaparan ahli tersebut bermuara ke satu arah yakni jumlah penduduk yang besar sebagai penyebab timbulnya kemiskinan, Tinggi rendahnya jumlah penduduk dipengaruhi oleh proses demografi yakni; kelahiran, kematian, dan migrasi. Tingkat kelahiran yang tinggi sudah barang tentu akan meningkatkan tingkat pertumbuhan penduduk. Namun demikian, tingkat kelahiran yang tinggi di Indonesia kebanyakan berasal dari kategori penduduk golongan miskin. Sampai-sampai ada idiom yang menyebutkan bahwa ''tidak ada yang bertambah dari keluarga miskin kecuali anak''.
            Selain meningkatkan beban tanggungan keluarga, anak yang tinggal di keluarga miskin sangat terancam kondisi kesehatannya akibat buruknya kondisi lingkungan tempat tinggal dan ketidakmampuan keluarga untuk mengakses sarana kesehatan jika anak mengalami sakit. Hal yang sama juga dialami ibu hamil dari keluarga miskin. Buruknya gizi yang diperoleh semasa kehamilan memperbesar resiko bayi yang dilahirkan tidak lahir normal maupun ancaman kematian ibu saat persalinan. Maka dari itu infant mortality rate (tingkat kematian bayi) dan maternal mortality rate (tingkat kematian ibu) di golongan keluarga miskin cukup besar. Tingkat kematian merupakan indikator baik atau buruknya layanan kesehatan di suatu negara. Tingkat kematian penduduk di negara berkembang, termasuk Indonesia, masih didominasi golongan penduduk miskin.
            Masalah migrasi juga memicu pertambahan penduduk secara regional. Salah satu contohnya adalah kasus Pulau Jawa. Pulau Jawa luasnya hanya 7 persen dari total luas wilayah nasional namun penduduk yang berdiam di Jawa adalah 60 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Kesenjangan antar pulau ini menyebabkan munculnya kemiskinan baik di pulau-pulau luar yang tidak berkembang maupun di Pulau Jawa sebagai akibat ketidakmampuan mayoritas penduduk mendatang maupun lokal yang kalah bersaing dalam mendapatkan penghidupan yang layak.
            Kesimpulannya adalah bahwa pertumbuhan penduduk berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat sasaran.
Dampak Negatif Pertumbuhan Penduduk Lainnya ,yaitu :
·          Lahan tempat tinggal dan bercocok tanam berkurang
·          semakin banyaknya polusi dan limbah yang berasal dari rumah tangga, pabrik, perusahaan, industri, peternakan, dll
·          Angka pengangguran meningkat
·          Angka kesehatan masyarakat menurun
·          Angka kemiskinan meningkat
·          Pembangunan daerah semakin dituntut banyak
·          Ketersediaan pangan sulit
·          Pemerintah harus membuat kebijakan yang rumit
·          Angka kecukupan gizi memburuk
·          Muncul wanah penyakit baru

            Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk :

1. Penambahan dan penciptaan lapangan kerja dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka diharapkan hilangnya kepercayaan banyak anak banyak rejeki. Di samping itu pula diharapkan akan meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir dalam bidang kependudukan.
2. Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan.
           Dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang tidak terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela turut mensukseskan gerakan keluarga berencana.
3. Mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi
            Dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan penduduk rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.
4. Meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan.

            Hal ini untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak diikuti dengan laju pertumbuhan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan swasembada pangan agar tidak ketergantungan dengan daerah lainnya.

            Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan penduduk :
1. Menggalakkan program KB atau Keluarga Berencana untuk membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum dan masal, sehingga akan mengurangi jumlah angka kelahiran.
2. Menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang tinggi.

FASLI JALAL
LAJU pertumbuhan penduduk Indonesia yang dihitung berdasarkan jumlah kelahiran dari wanita usia subur dalam kurun 10 tahun terakhir ternyata tidak menurun. Mengacu data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) 2012, laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,5%, jauh dari angka ideal yang semestinya di bawah 1%.

Memang 10 tahun lalu, lewat program Keluarga Berencana (KB) sudah ada upaya menekan rata-rata jumlah anak yang lahir dengan mengurangi ratarata kelahiran usia wanita subur 15–29 tahun atau total fertility rate (TFR) pada berkurang dari 2,6 menjadi 2,1. Sayang, cita-cita tersebut pupus, karena pada tahun 2013 angka TFR masih pada kisaran 2,6. Angka ini tidak bergerak sejak 10 tahun yang lalu.

Nah, pada tahun 2014 tinggal tersisa beberapa bulan lagi, artinya hampir mustahil target 2,1 tersebut bisa tercapai. Sekadar memberi gambaran, jika saja target TFR 2,1 tercapai maka bisa disebut ratarata satu keluarga mempunyai dua anak. Angka dua anak adalah target ideal program KB. Namun kalau TFR mandek pada kisaran 2,6, saya anggap keluargakeluarga Indonesia masih punya tiga anak.

Padahal, tingginya TFR berkorelasi dengan angka kematian ibu (AKI) hamil atau melahirkan. Data SDKI kembali menyebutkan, AKI di Indonesia mencapai 359 orang per 100.000 kelahiran. Ini tertinggi dibandingkan dengan negaranegara ASEAN lainnya. Di Vietnam, angka AKI cuma 50 orang per 100.000 kelahiran. Atas kondisi ini, saya menyebut dinamika kependudukan di Indonesia sudah “lampu merah”.

Bayangkan, dengan angka jumlah penduduk Indonesia yang saat ini mencapai sebesar 240 juta. Jika trennya masih seperti ini, diperkirakan pada 2030 jumlah penduduk kita mencapai 340-400 juta. Tidak hanya masalah kesehatan, di masa mendatang pastinya ledakan penduduk yang tidak wajar akan menciptakan berbagai persoalan pelik seperti, krisis pangan, keterbatasan lahan tempat tinggal, kerusakan lingkungan, tingginya angka kriminalitas.

Kekhawatiran ini wajar, karena saat ini saja kita masih diterpa persoalan kenaikan harga cabai, bawang, daging sapi, daging ayam, dan sembako lainnya. Tingginya tingkat konsumsi semakin sulit teratasi ketika jumlah penduduk melambung, sedangkan ketersediaan pangan sangat terbatas. Lalu, apa yang menjadi persoalan kampanye KB selama ini? Permasalahan pertama adalah, luas wilayah Indonesia yang secara geografis terbentang dari satu pulau ke pulau yang lain.

Kedua, penerapan kebijakan otonomi daerah, karena masing-masing kepala daerah punya arah yang berbeda dengan program KB. Sarana-prasarana penunjang pemakaian KB, seperti klinik kesehatan, menjadi tidak optimal. Timpangnya pendapatan satu daerah dengan daerah yang lain jelas membuat pembangunan sarana kesehatan juga terhadang. Belum lagi ketersediaan tenaga dokter atau bidan. Di daerah makmur bisa jadi akan memiliki banyak klinik, dokter, dan bidan.

Kondisi sebaliknya terjadi di daerah minus. Padahal, klinik-klinik inilah yang menjadi ujung tombak sosialisasi agar masyarakat disiplin memakai alat-alat KB. Selain itu, ada kendala banyak peraturan daerah (perda) yang masih mencantumkan setiap pelayanan alat kontrasepsi dipungut biaya. Ini tidak bisa diubah kecuali perdanya diubah. Padahal, kita semua berharap semua pelayanan alat kontrasepsi ini gratis, toh ini membantu program nasional.

Masalah seputar otonomi daerah tersebut, ditambah dengan tingginya angka drop out (DO) atau putus pemakaian kontrasepsi. Sebagai gambaran angka DO untuk produk kontrasepsi berjenis injeksi saja hingga mencapai 40%, padahal kami berharap hanya 20%. Tingginya angka DO tersebut juga berkorelasidengankondisi infrastruktur kesehatan di daerah. Kalau jarak antara klinik dengan rumah warga terlalu jauh, jelas tingkat kedisiplinan penggunaan alat kontrasepsi akan menurun. Biaya ber-KB menjadi tidak ekonomis.

Harus jangka panjang
Kalaupun pemerintah pusat membantu kampanye dengan menyediakan alat kontrasepsi per bulan gratis di suatu daerah terpencil secara bergerak (mobile), sedangkan warga memakai pil dan suntik yang sifatnya temporer hanya beberapa bulan, maka bulan depan warga DO, karena ketiadaan layanan.

Lalu, apa yang akan BKKBN lakukan untuk mengatasi persoalan tersebut sehingga dampak negatif kependudukan di masa mendatang tidak terjadi? Karena itu, kami mempunyai solusi yakni dengan lebih fokus melakukan kampanye penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). MKJP adalah penggunaan alat-alat kontrasepsi yang bisa bermanfaat untuk jangka panjang.

Kontrasepsi pada MKJP rata-rata efektif 3–7 tahun. Berbeda dengan kontrasepsi jangka pendek yang sifatnya hanya bertahan beberapa hari atau bulan. Sekadar informasi, alat kontrasepsi berdasarkan waktunya ada dua jenis, yakni kontrasepsi jangka panjang, dan kontrasepsi jangka pendek. Kontrasepsi jangka pendek contohnya pil, dan suntikan. Sedangkan yang jangka panjang yakni, implan dan intra-uterine device (IUD).

Berbeda dengan pil dan suntik, implan, dan IUD tingkat kegagalannya tidak lebih dari 1% tiap 100 wanita yang memakai. Untuk implan, tingkat kegagalan hanya sebesar 0,05% per 100 wanita. Bandingkan dengan tingkat kegagalan pil dan suntik yang bisa mencapai 9–10%. Strategi penggunaan MKJP ini jelas akan mengatasi hambatan geografis dan beragamnya kebijakan otonomi daerah.

Contoh, walaupun hanya mengandalkan satu klinik di satu kawasan, mungkin jauh dari tempat tinggal warga lain, namun warga hanya sekali datang dan mungkin beru kembali lagi tujuh tahun kemudian. Memang, kadang-kadang ada perasaan malu para perempuan dalam memasang IUD. Proses pemasangan itu dianggap suatu yang privasi. Jadi walaupun itu dilakukan oleh bidan, kalau tidak perlu banget biasanya para perempuan enggan.

Karena itu, tampaknya memang implan saat ini menjadi pilihan yang terbaik. Dengan menggunakan MKJP maka akan mengurangi tingkat DO serta mengurangi faktor kegagalan kontrasepsi, menekan TFR dan mengurangi jumlah penduduk, dan menghindari risiko masalah-masalah ekonomi dan sosial masyarakat. Dan yang pasti, program KB dua anak cukup akan tercapai.

Saat ini untuk mencapai citacita itu, BKKBN punya langkah konkret untuk memperkenalkan MPJP. Sejak 2012, kami berikan implan dan IUD secara gratis di mana pun. Baik di pelayanan kesehatan publik maupun di swasta kami gratiskan. Pemerintah punya dana untuk pengadaan implan sebesar Rp200 miliar pada 2013. Masalah kependudukan adalah tanggung jawab bersama. Harus ada integrasi satu kebijakan dengan yang lainnya. Tahun depan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pelayanan KB masuk dalam layanan dasar. Kita juga berharap kebijakan ini juga membantu mengubah “lampu merah” kependudukan menjadi lebih “hijau”.

FASLI JALAL
Kepala BKKBN

Sumber : http://nasional.sindonews.com/read/2013/09/26/18/787552/pertumbuhan-penduduk-sudah-lampu-merah